Oleh: Biyanto*
Perayaan Hari Guru Nasional (HGN) jatuh pada 25 November 2024. Ada hal penting yang bisa direnungkan. Apalagi, perayaan HGN tahun ini mengangkat tema Guru Hebat, Indonesia Kuat.
Semoga tema itu menjadi tekad bersama untuk memuliakan kehidupan guru. Sebab, yang paling mendesak ditunaikan adalah memperbaiki kesejahteraan guru.
Hampir setiap tahun pemerintah kabupaten/kota selalu merevisi standar upah minimum untuk buruh. Standar itu bernama upah minimum kota (UMK). Jika melihat nominalnya, besaran nilai UMK berbeda antara satu daerah dan daerah lain. Penetapan UMK dilakukan gubernur berdasar pengajuan dari bupati atau wali kota.
Di setiap provinsi juga ada upah minimum provinsi (UMP) untuk buruh. UMP ditetapkan gubernur setiap tahun dan berlaku untuk seluruh kabupaten/kota. Besaran nominal UMK dan UMP yang ditetapkan pemerintah daerah selalu mengalami kenaikan.
____________
Jika di setiap daerah ada penetapan standar UMK dan UMP yang terus meningkat, pertanyaannya, bagaimana dengan nasib guru?
Berapa gaji minimal yang diberikan pemerintah daerah dan penyelenggara pendidikan swasta pada para guru agar mereka dapat hidup dengan layak? Pertanyaan itu penting diajukan karena sejauh ini gaji guru umumnya masih jauh dari kata memadai.
Padahal, kalau kita ingin memperbaiki mutu pendidikan, salah satu variabel yang harus dipikirkan adalah kesejahteraan guru. Karena itulah, pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti yang menjanjikan kenaikan gaji guru menarik dicermati.
Mendikdasmen menyatakan bahwa skema kenaikan gaji guru dan jumlahnya sudah dianggarkan pada tahun anggaran 2025. Pernyataan itu disampaikan mendikdasmen dalam rangkaian kegiatan peluncuran bulan November sebagai Bulan Guru Nasional di SD Negeri 59 Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Menunaikan Janji
Janji mendikdasmen tentu menjadi angin segar bagi guru. Sebab, rasanya sudah terlalu lama persoalan kesejahteraan guru menjadi komoditas janji politik. Bahkan, janji politik untuk memperbaiki kesejahteraan guru disampaikan pada setiap pemilu.
___________
Kini yang diharapkan dari pemerintahan yang baru adalah menunaikan janji politik. Biasanya janji politik untuk menyejahterakan guru itu disampaikan bersamaan dengan layanan program pendidikan dan kesehatan gratis-tis.
Harus diakui, janji politik untuk menyelenggarakan pendidikan gratis-tis tergolong yang paling sulit direalisasikan. Yang terjadi di lapangan justru fenomena komersialisasi pendidikan. Fenomena itu umumnya berlaku di lembaga pendidikan negeri dan swasta berkategori besar dan mapan dengan segudang prestasi.
Biaya pendidikan di sekolah berkategori tersebut tentu terlampau mahal. Dampaknya, tidak semua kelompok masyarakat memiliki kesempatan untuk menikmati layanan pendidikan yang bermutu.
Kita tentu tidak menginginkan nasib janji politik menyejahterakan guru sama dengan janji pendidikan gratis-tis. Karena itulah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan penyelenggara pendidikan swasta penting duduk bersama untuk mencari skema yang memungkinkan para guru hidup lebih sejahtera.
Namun, sejujurnya, sejauh ini kita layak berbangga dengan pengabdian luar biasa para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
____________
Meski bergaji kecil, mereka tetap mendidik dengan sepenuh hati.
Semangat mengabdi tanpa batas para guru itu muncul karena ada keyakinan bahwa mendidik tidak sekadar bekerja, tetapi juga beribadah. Dalam perspektif perundang-undangan, posisi guru tidak dapat disamakan dengan buruh. Guru merupakan jabatan profesi sehingga tidak dapat dijalani semua orang.
Seseorang yang ingin berprofesi sebagai guru disyaratkan memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial (UU Nomor 14 Tahun 2005). Tegasnya, untuk menjadi guru, seseorang tidak boleh hanya bermodal kemauan dan kepintaran. Guru dituntut untuk menampilkan diri seutuhnya sebagai pendidik. Tutur kata dan perilaku guru benar-benar harus dapat digugu dan ditiru.
Pada konteks itulah, guru harus menghadirkan keteladanan bagi peserta didiknya. Bahkan, untuk menjadi pendidik profesional, guru harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). PPG harus dijalani calon guru selama setahun di perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah.
Hal itu berarti seseorang dapat dinyatakan sebagai guru profesional jika lulus PPG. Mereka yang lulus PPG memperoleh gelar guru (Pasal 14, Permendikbud Nomor 87 Tahun 2013). Berbeda dengan buruh, guru bekerja di lembaga pendidikan yang bersifat nirlaba. Sementara itu, buruh bekerja di perusahaan yang berorientasi profit.
Karena itulah, napas perjuangan guru terasa lebih menonjol. Namun, sebagai orang yang bekerja dalam waktu tertentu, guru berhak untuk menerima gaji dan tunjangan yang layak.
Memuliakan Guru
Berkaitan dengan kesejahteraan itulah, kehidupan guru harus terjamin. Guru-guru tidak boleh hidup menderita. Apalagi, mereka memiliki tugas mulia, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karena gaji guru belum memadai, stakeholder pendidikan harus berpikir keras agar kesejahteraan guru meningkat. Apalagi, realitas menunjukkan masih banyak guru yang menerima gaji jauh di bawah standar.
Jika dibandingkan dengan UMK atau UMP buruh yang ditetapkan pemerintah, terasa sekali gaji guru lebih kecil. Padahal, jika dibandingkan dengan buruh, profesi guru menuntut persyaratan pendidikan minimal sarjana (S-1 atau D-4). Bahkan, banyak guru yang berijazah S-2 dan S-3. Selain persyaratan akademik, guru juga harus mengalami jalan berliku.
Misalnya, guru yang diterima di lembaga pendidikan swasta tidak otomatis berstatus guru tetap. Mereka harus melewati masa percobaan hingga bertahun-tahun. Pengelola pendidikan swasta biasanya sangat hati-hati mengangkat guru tetap. Sebab, ada konsekuensi membayar gaji pokok dan tunjangan.
___________
Jika gaji guru masih di bawah standar, bagaimana mereka mampu menjalankan tugas dengan profesional dan penuh dedikasi. Profesionalitas guru, antara lain, dapat diamati dari performansi dan kompetensinya.
Sementara itu, dedikasi guru dapat dilihat dari kecintaannya terhadap profesi sehingga membuahkan semangat untuk bekerja dengan sepenuh hati. Hal itu penting karena mendidik layaknya memberikan hati kepada peserta didik.
Jika mengacu pada konstitusi, idealnya pemerintahlah yang harus menanggung gaji dan tunjangan semua guru, termasuk yang mengabdi di lembaga pendidikan swasta. Namun, pemerintah jelas memiliki keterbatasan anggaran. Karena itulah, sinergi pemerintah dan swasta untuk memperbaiki kesejahteraan guru sangat penting.
Jika kesejahteraannya belum ideal, setidaknya guru memperoleh layanan agar dapat hidup lebih layak. Layanan itu dapat berbentuk bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan anak, dan kesehatan. Berbagai terobosan kebijakan untuk memuliakan guru tersebut sangat penting.
Pada konteks itulah, pemerintah dan stakeholder pendidikan harus memastikan bahwa tidak ada guru yang menderita meski bergaji masih rendah. Seorang guru pasti menyadari bahwa pilihan menjadi pendidik merupakan panggilan hati.
Pasti tidak terbayang dalam pikiran guru bahwa ia akan hidup bergelimang harta. Yang ada dalam benak guru adalah mencetak generasi masa depan bangsa yang lebih baik.
Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan hati guru kecuali melihat anak didiknya sukses. Karena itulah, kita harus memuliakan profesi guru dengan cara memberikan kesejahteraan yang lebih layak.
*Guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya, sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, dan anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (BAN-PDM).
Sumber: Harian Disway (Edisi 24 November 2024)