Oleh: Biyanto*
Setiap menjelang tahun ajaran baru, kita sering menjumpai perjuangan luar biasa dari sekolah untuk memperoleh siswa baru. Ada sekolah yang laris manis sehingga pendaftarnya melampaui daya tampung. Dengan gagah sekolah ini menolak banyak pendaftar. Fenomena ini biasanya dialami sekolah berkategori favorit, mapan, dan besar dengan segudang prestasi.
Tidak jauh dari sekolah itu, ada satuan pendidikan yang berjuang hingga keringat terakhir untuk mendapatkan siswa. Hal itu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan nasib sekolah. Kondisi ini biasanya dialami sekolah berkategori kecil dan miskin prestasi.
Pertanyaannya, mengapa ada sekolah yang laku keras dengan jumlah peminat luar biasa banyak? Sedangkan, di tempat lain ada sekolah yang justru tidak laku sehingga sangat sulit mendapatkan siswa baru? Perbedaan nasib sekolah ini terjadi dikarenakan masyarakat semakin menyadari mengenai pentingnya pendidikan berkeunggulan.
Jika suatu lembaga pendidikan dipersepsi berkategori unggulan, maka di mana pun posisinya pasti akan didatangi. Pada konteks inilah lembaga pendidikan harus mampu memberikan layanan terbaik. Pelayanan maksimal penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Jika satuan pendidikan gagal menjaga kepercayaan dengan memberikan layanan maksimal, maka cepat atau lambat pasti akan ditinggalkan stakeholder-nya.
Konsep sekolah unggul
Sekolah unggul merupakan terjemahan dari beberapa terma, seperti effective school, inspiring school, efficience school, high performance school, excellent school, atau outstanding school. Dalam praktiknya, untuk mengenalkan pada masyarakat bahwa sekolah tertentu bermutu atau berkeunggulan, maka digunakan branding sekolah unggul, sekolah plus, sekolah favorit, sekolah model, pendidikan berbasis pesantren (boarding school), dan bahkan sekolah berstandar atau berkelas internasional.
Beberapa branding itu dapat digunakan asalkan sekolah tersebut menerapkan budaya mutu. Artinya, ada jaminan standar mutu layanan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan. Persoalan layanan mutu penting karena ada kalanya orang memahami pendidikan unggul sekadar dilihat dari performa sarana prasarananya, besarnya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan dana pembangunan, serta siswa yang diterima memang benar-benar pilihan.
Dari pemahaman ini muncul persepsi bahwa sekolah unggul harus serba “wah”. Terkait dengan karakter sekolah unggul, Tom J Parkins (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada tiga indikator penting yang harus dimiliki setiap lembaga pendidikan. Tiga indikator itu adalah input, proses, dan output. Dari tiga indikator tersebut, Tom Parkins merumuskan tesis mengenai konsep sekolah unggul.
__________
Menurutnya, sekolah unggul dapat dilihat dari dua kategori: best input dan best process.
Sekolah unggul dengan kategori best input biasanya berusaha untuk memperoleh siswa yang bernilai tinggi. Dalam praktiknya, sekolah ini menerapkan tes masuk yang sangat ketat, terutama kemampuan akademik siswa. Harapannya, sekolah memperoleh siswa terbaik.
Dengan demikian, output yang dihasilkan sekolah pasti lulusan dengan capaian akademik hebat. Pertanyaannya, apakah capaian akademik hebat itu dikarenakan proses pendidikan di sekolah atau faktor lain? Pertanyaan ini penting direnungkan karena sangat mungkin anak-anak hebat lulusan sekolah yang menekankan strategi best input itu disebabkan anaknya memang sudah hebat sejak masuk.
Anak-anak hebat itu juga memperoleh tambahan fasilitas bimbingan belajar di luar sekolah dari orang tuanya. Hal itu berarti kontribusi guru dalam proses pembelajaran di sekolah yang menekankan best input sangat kecil. Sekolah unggul kategori kedua menekankan pada strategi best process.
Sekolah berkategori ini biasanya tidak begitu menekankan pada kualitas akademik anak pada saat awal masuk. Dalam kondisi apa pun siswa yang mendaftar akan diterima. Semua siswa yang mendaftar akan dipelajari dan dipetakan berdasarkan keunggulannya. Tidak ada proses seleksi yang “jlimet” untuk sekolah ini karena gurunya telah menyiapkan diri menjadi agen perubahan (agent of change). Tipe sekolah dengan strategi best process itulah yang sejatinya lebih layak disebut sebagai pendidikan unggulan. Tetapi sangat disayangkan, jumlah sekolah yang menekankan keunggulan pada best process ternyata masih sangat sedikit.
Hasil penelitian Tom Parkins menunjukkan bahwa 99 persen sekolah unggul di Indonesia membangun keunggulannya dengan strategi best input. Terlampau sedikit sekolah yang menempuh strategi best process untuk mewujudkan keunggulannya. Guru sebagai ujung tombak Untuk mewujudkan keunggulan pada aspek best process, kita harus menyadari betapa penting peran guru. Guru merupakan jantung pendidikan. Guru menjadi ujung tombak pendidikan. Apa pun kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, ujung tombaknya adalah guru.
Apa pun kurikulum yang ditetapkan Kementerian bidang pendidikan, yang mengimplementasikan di satuan pendidikan adalah guru. Karena itulah program peningkatan kapasitas dan keterampilan guru penting terus digeloraakan. Setiap guru juga penting menyadari bahwa menjadi pendidik bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati. Para guru harus berkeyakinan bahwa menjadi guru merupakan tugas mulia yang bernilai ibadah. Tugas para guru adalah mengubah karakter anak dari yang biasa menjadi luar biasa.
Dengan menggunakan perspektif, Lucila T Rudge, dalam Holistic Education (2010), setiap guru harus berprinsip, “Honoring students as individuals: individual uniqueness.” Prinsip tersebut mengajarkan agar pendidik menghargai peserta didik sebagai pribadi yang unik.
_________
Setiap orang yang lahir di dunia pasti dianugerahi potensi oleh Sang Pencipta sebagai bekal hidup.
Karena itu, seharusnya tidak ada lagi pendidik yang menvonis peserta didik dengan label “anak nakal” atau “anak bodoh”. Semua anak harus dipandang sebagai mutiara dengan potensi bawaan yang berbeda-beda. Tugas guru adalah menfasilitasi anak-anak agar memaksimalkan potensi bawaan melalui layanan pendidikan yang unggul. Tugas kita adalah memuliakan sekaligus menyejahterakan guru.
Semoga perayaan Hari Guru Nasional pada 25 November 2024 menjadi momentum bagi kita untuk menyadari betapa penting posisi guru dalam mewujudkan pendidikan unggul.
*Guru Besar UIN Sunan Ampel, Anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (BAN-PDM)
Sumber: Harian Republika edisi 25 November 2024