Meninjau Kembali Ujian Nasional

Oct 28, 2024.
- by Redaksi

Oleh: Anita Lie*

 

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyatakan akan mempertimbangkan semua kebijakan yang dibuat dengan saksama dan hati-hati. Salah satu kebijakan yang akan dikaji ulang adalah ujian nasional yang sudah resmi dihapuskan di era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim.

 

Apa pun bentuk dan administrasi pelaksanaannya, evaluasi sistem pendidikan (ESP) di Indonesia sudah melalui sejarah panjang.

 

Ujian nasional (UN) mungkin memiliki tujuan baik, yaitu untuk mengevaluasi standar pendidikan secara nasional dan mengukur pencapaian siswa dalam bidang-bidang tertentu.

 

UN juga menjanjikan beberapa manfaat pada tataran makro dan mikro. Secara makro, UN bisa membantu pemerintah melihat sejauh mana standar pendidikan diterapkan secara merata di seluruh Indonesia. Ini bisa membantu dalam pengambilan kebijakan terkait alokasi sumber daya pendidikan. Melalui hasil UN, pemerintah dapat memetakan kekurangan dan kelebihan sistem pendidikan di daerah-daerah tertentu, yang bisa dijadikan dasar untuk perbaikan.

 

Secara mikro, ketika hasil UN dijadikan penentu kelulusan, UN dianggap bisa meningkatkan motivasi belajar siswa. Masih ada yang percaya, ujian mendorong siswa berprestasi dan memberi tujuan yang jelas untuk diperjuangkan.

 

Kontroversi UN
Di balik janji manfaatnya, UN di Indonesia sudah menuai kontroversi dan telah menjadi topik perdebatan panjang sejak pertama kali diperkenalkan. Sudah terlalu banyak artikel dan buku yang ditulis sebagai kritik terhadap UN. Secara singkat, ada yang menyebut UN sebagai si setan besar yang luar biasa daya rusaknya.

 

Kajian terhadap sistem pendidikan di negara-negara berkinerja pendidikan yang tinggi menunjukkan ujian dan asesmen standar digunakan secara strategis untuk mendukung tujuan pendidikan tanpa mendominasi seluruh proses pembelajaran. Evaluasi membutuhkan keduanya, ujian (tes) dan asesmen untuk menilai mutu dan dampak suatu sistem pendidikan.

 

Ujian mengukur seberapa penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui proses pembelajaran. Ujian juga merupakan salah satu komponen asesmen yang bisa dilakukan pada tingkat nasional, regional, ataupun tingkat satuan pendidikan.

 

Ujian standar yang menentukan kelulusan siswa, terutama yang diberlakukan secara nasional, memainkan peran yang bernuansa dan perlu diseimbangkan dengan cermat.

 

Ujian ini digunakan untuk menilai penguasaan siswa atas pengetahuan dan keterampilan tertentu, tetapi desain dan implementasinya bervariasi di berbagai sistem, tergantung pada filosofi dan tujuan pendidikan yang lebih luas.

 

Negara-negara yang dianggap berkinerja tinggi dalam sistem pendidikan menggunakan model implementasi yang berbeda. Ujian kelulusan sekolah dasar (PSLE) dan tingkat GCE ’O’/’A’ di Singapura sangat penting dalam menentukan perkembangan akademis ke jalur khusus di sekolah menengah dan universitas.

 

Sebaliknya, di Finlandia, ujian matrikulasi nasional masuk universitas merupakan satu-satunya ujian standar utama yang diambil siswa, dan Finlandia tidak menekankan pada pengujian di seluruh tahap pendidikan awal. Finlandia juga kurang berfokus pada akuntabilitas eksternal dan lebih menaruh kepercayaan pada sekolah dan guru melalui penilaian siswa berbasis sekolah.

 

Walaupun ujian masih menentukan kelulusan, Singapura saat ini juga secara bertahap bergeser ke arah pengurangan penekanan pada ujian nasional untuk siswa dengan lebih berfokus pada pengembangan holistik, pendidikan karakter, dan keterampilan hidup.

 

________________________

"Jika ujian dan asesmen dianggap masih penting untuk individu siswa, selayaknya ini menjadi tanggung jawab satuan pendidikan untuk melaksanakannya."

 

Selain itu, perlu diingat bahwa di negara ini tidak ada ruang bagi korupsi dan manipulasi dalam pelaksanaan ujian yang menentukan perjalanan akademis seorang siswa. Sementara, sebagian daya rusak UN yang dikeluhkan banyak pemikir dan praktisi pendidikan di Indonesia adalah kecurangan dan pelanggaran yang sudah menafikan tujuan pendidikan itu sendiri dan tidak pernah diproses secara hukum.

 

Evaluasi sistem pendidikan
Evaluasi sistem pendidikan diperlukan sebagai akuntabilitas kinerja suatu sistem pendidikan. Evaluasi yang efektif terhadap sistem pendidikan melibatkan analisis multidimensi, yang berfokus pada hasil belajar siswa, kurikulum, kualitas guru, lingkungan belajar, kepemimpinan, pembiayaan, akuntabilitas, pemerataan, dan inovasi.

 

Komponen-komponen ini memberikan wawasan tentang seberapa baik sistem tersebut melayani siswanya, memastikan akses yang adil, dan mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan di masa mendatang.

 

Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi area yang masih perlu ditingkatkan dan mengembangkan kebijakan yang meningkatkan kualitas dan dampak pendidikan. Pada saat ini, evaluasi sistem pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui asesmen nasional, akreditasi, dan ujian serta asesmen di tingkat satuan pendidikan.

 

Sebagai peneliti dan praktisi pendidikan, saya berharap Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah tidak mundur kembali ke pemberlakuan UN sepanjang asumsi dasar jaminan sesungguhnya terkait integritas pelaksanaan dan pemerataan akses dan kualitas pendidikan di semua daerah bisa dipenuhi.

 

Memang tak ada model dan instrumen evaluasi yang sempurna.

 

Kemudaratan UN bukan terletak pada ketidaksempurnaan instrumennya sendiri. Itu masih bisa diperbaiki dan disempurnakan. Daya rusak UN yang paling utama terletak pada ketidaksesuaian antara rasional dan administrasi UN dengan tujuan pendidikan dan situasi pendidikan di Indonesia.

 

Cermati tujuan pendidikan nasional di Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

 

Asesmen nasional dan akreditasi masih membutuhkan jalan panjang perbaikan terus-menerus. Dalam dua komponen ESP ini, beban peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada satuan pendidikan dan penyelenggara (yayasan atau dinas pendidikan).

 

Akuntabilitas penyelenggaraan sistem pendidikan menjadi area kewenangan mereka dalam peningkatan mutu lingkungan belajar, kepemimpinan dan tata kelola, peningkatan kualitas guru, pelaksanaan kurikulum, serta proses dan asesmen pembelajaran. Jika ujian dan asesmen dianggap masih penting untuk individu siswa, selayaknya ini menjadi tanggung jawab satuan pendidikan untuk melaksanakannya.

 

Bagaimana jika satuan pendidikan tak melaksanakan tanggung jawab ini dengan baik? Perguruan tinggi (dengan sistem seleksi penerimaan) dan masyarakat pengguna serta penilaian akreditasi dan hasil asesmen nasional akan memotret efektivitas setiap satuan pendidikan. Potret ini juga diharapkan tidak menjadi hasil penghakiman akhir bagi satuan pendidikan, tetapi bisa membawa penyelenggara pendidikan pada titik sadar untuk melaksanakan proses perbaikan terus-menerus.

 

________________________

"Daya rusak UN yang paling utama terletak pada ketidaksesuaian antara rasional dan administrasi UN dengan tujuan pendidikan dan situasi pendidikan di Indonesia."

 

Ibarat sebuah kapal, sistem pendidikan membutuhkan seorang nakhoda yang bisa melihat arah dan tujuan dengan jelas di tengah-tengah sorakan pujian dan caci maki sebagian penumpang.

 

Mendayagunakan segala sumber daya yang tersedia, memberdayakan semua kru kapal untuk bersama-sama berjuang menuju titik tujuan di tengah-tengah gelombang dan hambatan demi keselamatan dan kesejahteraan semua penumpang.

 

Selamat bekerja, Pak Menteri.

 


*Dosen Unika Widya Mandala Surabaya, Anggota BAN-PDM 2023-2028

Sumber: Kompas (Edisi 28 Oktober 2024)